Pemprov DKI Jakarta kembali menggelar Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau car free dayselama 2009. Acara itu akan makin sering dilakukan. Tahun 2009, direncanakan akan berlangsung sebanyak 22 kali di 6 wilayah. Padahal pada 2008 hanya 18 kali.
"Pelaksanaan HBKB di Januari 2009 akan dilaksanakan pada 25 Januari 2009 dengan penutupan jalan sepanjang Sudirman-Thamrin sebanyak 12 kali dan 10 kali di 5 wilayah Jakarta dimulai pukul 06.00 WIB-14.00 WIB," ujar Ketua BPLHD DKI Jakarta Peny Susanti dalam jumpa pers di kantor BPLHD, Jl Casablanca, Jakarta Selatan, Kamis (22/1/2009).
Menurut Peny, selain Sudirman-Thamrin, 5 wilayah DKI Jakarta yang menggelar HKBK yakni Jl Rasuna Said Jakarta Selatan, Jl Letjen Soeprapto Jakarta Pusat, Jl Pramuka Jakarta Timur, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat, dan Jl Danau Sunter Selatan Jakarta Utara.
Untuk Sudirman-Thamrin, acara akan dilaksanakan setiap hari Minggu pada akhir bulan, antara lain pada 25 Januari, 22 Februari, dan 29 Maret.
Sedangkan di 5 wilayah, acara dilakukan 2 kali dalam setahun. Di Jakarta Selatan, akan dilaksanakan pada 8 Maret dan 9 Agustus.
Jakarta Pusat dilakukan pada 12 April dan 13 September. Jakarta Timur 10 Mei dan 11 Oktober. Jakarta Barat 14 Juni dan 8 November. Jakarta Utara 12 Juli dan 13 Desember.
Peny mengaku, pihaknya belum dapat melaksanakan HBKB pada jam kerja karena dikhawatirkan menggangu aktivitas kerja. "Kita khawatir diprotes masyarakat dan menggangu hak azasi manusia (HAM). Dilakukan hari Minggu karena untuk mengkampanyekan pentingnya udara bersih kepada masyarakat," kata Peny.
Peny menilai, hasil pelaksanaan HBKB 2008 efektif dalam upaya pemulihan mutu udara di kawasan tertentu. Hal ini terlihat dari prosentase penurunan konsentrasi pencemaran yang signifikan pada parameter debu (PM-10) sebesar 34 persen, karbon monoksida (CO) sebesar 67 persen dan nitrogen Oksida (NO) sebesar 80 persen. Ketiga parameter tersebut merupakan pencemaran primer yang bersumber dari kendaraan bermotor.
Selain HBKB, acara akan diisi dengan demo pembuatan lubang resapan biopori dan panen kompos dari lubang resapan biori di Taman Semanggi, Jakarta Pusat. Selain itu di Bundaran HI, Jakarta Pusat, diadakan pertandingan dan pelatihan futsal, senam aerobik, dan lomba sepeda lambat.
source: http://www.detiknews.com/read/2009/01/22/174508/1072993/10/pemprov-dki-tambah-hari-bebas-kendaraan-bermotor
Senin, 28 Februari 2011
Kenaikan Pajak Film Impor
Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor di Indonesia, pihak Motion Picture Association of America (MPAA), dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi), mulai tanggal 18 Februari 2011 menghentikan dan menarik kembali semua film impor dari seluruh bioskop di Indonesia.
Berarti mungkin tidak akan ada lagi film-film Hollywood, Bollywood, termasuk juga film-film asing lainnya seperti film-film Mandarin, Korea, Jepang atau India yang biasa ditayangkan di seluruh bioskop di Indonesia.
Mengapa Pemerintah menaikkan pajak film luar negeri? Salah satu jawabannya adalah mungkin karena pajak film luar negeri lebih murah dibanding pajak film nasional. Untuk satu film impor hanya dibebani pajak impor dan biaya untuk masuknya film tersebut ke Indonesia, sementara untuk satu film nasional harus membayar pajak untuk beberapa hal seperti bahan baku pembuatan film, peralatan produksi, pajak untuk artis, karyawan, pajak saat proses produksi film, pajak pasca produksi, sampai pada pajak untuk penggandaan kopi film.
Upaya menarik film asing tersebut juga ada kaitannya dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor.
Didalam surat tersebut disebutkan salah satunya bahwa pemasukan film impor merupakan kegiatan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud, berupa hasil karya sinematografi yang merupakan hak kekayaan intelektual yang disimpan dalam media, baik berupa roll film ataupun media penyimpanan yang lain, dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN terutang adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.
Meski demikian, dalam surat edaran itu juga dijelaskan, pada saat pemasukan film impor telah dipungut pajak pertambahan nilai impor. Oleh karena itu, dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN yang terutang atas pemanfaatan film impor yang terutang pada saat pemasukan film tersebut adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar, dikurangi dengan nilai impor.
Pada intinya Pemerintah memang ingin untuk menambah pendapatan pajak dari sektor bisnis perfilman impor, hal ini memang baik, tetapi dari banyak pihak ada yang mendukung ada pula yang kurang mendukung bahkan cenderung menyalahi kebijakan pemerintah ini.
Seperti disampaikan oleh Direktur Perfilman Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Syamsul Lussa yang juga membela kebijakan pemerintah ini, bahwa dengan tidak adanya film impor bukan berarti akan terjadi kekosongan. Langkah yang diambil pemerintah justru akan memacu pertumbuhan film nasional dan mendorong sineas untuk menghasilkan karya yang bermutu.
Mantan Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Assiddiqie, juga menyampaikan dukungannya atas kenaikan pajak import film luar negeri ke Indonesia. Menurutnya hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan film lokal.
Salah satu sutradara terkenal di negeri ini, Hanung Bramantyo mengatakan "Yang saya harapkan dari kondisi ini adalah membuat pengusaha bioskop, produser, filmmaker bersinergi untuk membuat film nasional jadi lebih baik," seperti di tulis di akun Twitternya.
Ada pula yang beranggapan mengapa bukan penyederhanaan dan penurunan tarif pajak untuk film nasional saja yang dilakukan? Dibuat sedemikian rupa, sehingga pajak yang dibayar film nasional menjadi sama, atau lebih murah daripada film luar negeri.
Kemudian bagaimana dengan nasib pemilik bioskop-bioskop yang biasa menayangkan film-film luar negeri, ada anggapan bahwa mereka juga akan mengalami permasalahan yang berkaitan dengan nasib karyawan yang bekerja di bioskop tersebut, menurunnya pendapatan mereka, bahkan bisa jadi mengalami kebangkrutan. Belum lagi pihak-pihak mall yang sedianya adalah tempat dimana pihak bioskop menyewa di mall tersebut apakah pihak mall juga akan merasakan imbasnya, banyak pecinta tontonan film luar negeri juga akan kehilangan kesempatan untuk menonton. Ada penonton yang mengatakan tidak menjadi masalah harga karcis bioskop naik asalkan tetap ada film-film Hollywood, ada juga penonton lain yang menyatakan jika film-film impor tidak tayang lagi di bioskop maka akan menonton dari internet yang pasti juga memakan biaya yang lumayan dan tergantung koneksi internetnya juga. Selain itu juga kondisi seperti ini dapat memicu makin meningkatnya produksi CD atau DVD bajakan film luar negeri oleh para produsen film bajakan yang pada akhirnya juga hanya akan menambah masalah baru lagi.
Pada akhirnya bagaimana Pemerintah dapat mengatasi semua kondisi ini, apakah pemerintah akan menarik kebijakannya, atau akan terus berjalan. Melihat pengaruh yang timbul dari kebijakan ini ada yang mendukung ada pula yang tidak mendukung.
source: http://vibizmanagement.com/journal/index/category/tax_accounting/916
Berarti mungkin tidak akan ada lagi film-film Hollywood, Bollywood, termasuk juga film-film asing lainnya seperti film-film Mandarin, Korea, Jepang atau India yang biasa ditayangkan di seluruh bioskop di Indonesia.
Mengapa Pemerintah menaikkan pajak film luar negeri? Salah satu jawabannya adalah mungkin karena pajak film luar negeri lebih murah dibanding pajak film nasional. Untuk satu film impor hanya dibebani pajak impor dan biaya untuk masuknya film tersebut ke Indonesia, sementara untuk satu film nasional harus membayar pajak untuk beberapa hal seperti bahan baku pembuatan film, peralatan produksi, pajak untuk artis, karyawan, pajak saat proses produksi film, pajak pasca produksi, sampai pada pajak untuk penggandaan kopi film.
Upaya menarik film asing tersebut juga ada kaitannya dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor.
Didalam surat tersebut disebutkan salah satunya bahwa pemasukan film impor merupakan kegiatan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud, berupa hasil karya sinematografi yang merupakan hak kekayaan intelektual yang disimpan dalam media, baik berupa roll film ataupun media penyimpanan yang lain, dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN terutang adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.
Meski demikian, dalam surat edaran itu juga dijelaskan, pada saat pemasukan film impor telah dipungut pajak pertambahan nilai impor. Oleh karena itu, dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN yang terutang atas pemanfaatan film impor yang terutang pada saat pemasukan film tersebut adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar, dikurangi dengan nilai impor.
Pada intinya Pemerintah memang ingin untuk menambah pendapatan pajak dari sektor bisnis perfilman impor, hal ini memang baik, tetapi dari banyak pihak ada yang mendukung ada pula yang kurang mendukung bahkan cenderung menyalahi kebijakan pemerintah ini.
Seperti disampaikan oleh Direktur Perfilman Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Syamsul Lussa yang juga membela kebijakan pemerintah ini, bahwa dengan tidak adanya film impor bukan berarti akan terjadi kekosongan. Langkah yang diambil pemerintah justru akan memacu pertumbuhan film nasional dan mendorong sineas untuk menghasilkan karya yang bermutu.
Mantan Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Assiddiqie, juga menyampaikan dukungannya atas kenaikan pajak import film luar negeri ke Indonesia. Menurutnya hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan film lokal.
Salah satu sutradara terkenal di negeri ini, Hanung Bramantyo mengatakan "Yang saya harapkan dari kondisi ini adalah membuat pengusaha bioskop, produser, filmmaker bersinergi untuk membuat film nasional jadi lebih baik," seperti di tulis di akun Twitternya.
Ada pula yang beranggapan mengapa bukan penyederhanaan dan penurunan tarif pajak untuk film nasional saja yang dilakukan? Dibuat sedemikian rupa, sehingga pajak yang dibayar film nasional menjadi sama, atau lebih murah daripada film luar negeri.
Kemudian bagaimana dengan nasib pemilik bioskop-bioskop yang biasa menayangkan film-film luar negeri, ada anggapan bahwa mereka juga akan mengalami permasalahan yang berkaitan dengan nasib karyawan yang bekerja di bioskop tersebut, menurunnya pendapatan mereka, bahkan bisa jadi mengalami kebangkrutan. Belum lagi pihak-pihak mall yang sedianya adalah tempat dimana pihak bioskop menyewa di mall tersebut apakah pihak mall juga akan merasakan imbasnya, banyak pecinta tontonan film luar negeri juga akan kehilangan kesempatan untuk menonton. Ada penonton yang mengatakan tidak menjadi masalah harga karcis bioskop naik asalkan tetap ada film-film Hollywood, ada juga penonton lain yang menyatakan jika film-film impor tidak tayang lagi di bioskop maka akan menonton dari internet yang pasti juga memakan biaya yang lumayan dan tergantung koneksi internetnya juga. Selain itu juga kondisi seperti ini dapat memicu makin meningkatnya produksi CD atau DVD bajakan film luar negeri oleh para produsen film bajakan yang pada akhirnya juga hanya akan menambah masalah baru lagi.
Pada akhirnya bagaimana Pemerintah dapat mengatasi semua kondisi ini, apakah pemerintah akan menarik kebijakannya, atau akan terus berjalan. Melihat pengaruh yang timbul dari kebijakan ini ada yang mendukung ada pula yang tidak mendukung.
source: http://vibizmanagement.com/journal/index/category/tax_accounting/916
Kamis, 24 Februari 2011
PSSI: Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, disingkat PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas mengatur kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. PSSI berdiri pada tanggal 19 April 1930 dengan nama awal Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Ketua umum pertamanya adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo.
PSSI bergabung dengan FIFA pada tahun 1952, kemudian dengan AFC pada tahun 1954. PSSI menggelar kompetisi Liga Indonesia setiap tahunnya, dan sejak tahun 2005, diadakan pula Piala Indonesia. Ketua umumnya saat ini adalah Nurdin Halid yang sempat diusulkan untuk diganti karena tersandung masalah hukum.
Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Alhasil sepak bola paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.
Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.
Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) yang telah berdiri pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.
Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Di masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.
Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang dipertandingkan. Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak bola, yang makin populer di masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga pun meningkat. Di tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di Pasar Baru juga menyediakan peralatan sepakbola.
Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris dimulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris. Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.
PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Sebagai organisasi olahraga yang lahir pada masa penjajahan Belanda, kelahiran PSSI ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan. Apabila mau meneliti dan menganalisa lebih lanjut saat-saat sebelum, selama, dan sesudah kelahirannya hingga 5 tahun pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, terlihat jelas bahwa PSSI lahir dibidani oleh muatan politis, baik secara langsung maupun tidak, untuk menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia yang ikut bergabung.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di sana beliau merupakan satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan konstruksi besar itu. Akan tetapi, didorong oleh semangat nasionalisme yang tinggi, beliau kemudian memutuskan untuk mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepak bola, beliau menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional. Selanjutnya, pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung,Yogyakarta, dan Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung Karno). Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi Ketua Asosiasi Muda Magelang.
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ (Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB - Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Gatot), PSM - Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB - Vortenlandsche Voetbal Bond Solo (Soekarno), MVB - Madioensche Voetbal Bond (Kartodarmoedjo), IVBM - Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB - Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (Pamoedji). Dari pertemuan tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan dari Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam kongres PSSI di Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia sekaligus menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.
Kontroversi
PSSI di masa kepemimpinan Nurdin Halid memiliki beberapa hal yang dianggap kontroversi, antara lain mudahnya Nurdin Halid memberikan ampunan atas pelanggaran, kukuhnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum meski dia dipenjara, isu tidak sedap yang beredar pada masa pemilihan Ketua Umum tahun 2010, dan reaksi berlebihan atas diselenggarakannya Liga Primer Indonesia.
Kasus Korupsi Nurdin Halid
Pada 13 Agustus 2007, Ketua Umum Nurdin Halid divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng. Berdasarkan standar statuta FIFA, seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepakbola nasional. Karena alasan tersebut, Nurdin didesak untuk mundur dari berbagai pihak; Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI saat itu), Ketua KONI, dan bahkan FIFA menekan Nurdin untuk mundur. FIFA bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum. Akan tetapi Nurdin bersikeras untuk tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI, dan tetap menjalankan kepemimpinan PSSI dari balik jeruji penjara.Agar tidak melanggar statuta PSSI, statuta mengenai ketua umum yang sebelumnya berbunyi "harus tidak pernah terlibat dalam kasus kriminal" (bahasa Inggris: “They..., must not have been previously found guilty of a criminal offense....") diubah dengan menghapuskan kata "pernah" (bahasa Inggris: "have been previously") sehingga artinya menjadi "harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal" (bahasa Inggris: "... must not found guilty of a criminal offense...").Setelah masa tahanannya selesai, Nurdin kembali menjabat sebagai ketua PSSI.
Siapakah Gayus Tambunan?
VIVAnews - Usianya masih 30 tahun. Tapi sepak terjangnya sudah menggegerkan Mabes Polri. Gayus Halomoan Tambunan, belakangan ini namanya santer disebut sebagai makelar kasus pajak yang ditangani tidak sesuai aturan alias penuh rekayasa. Kasus ini diduga melibatkan sejumlah jenderal di kepolisian.
Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas.
Dalam kasus pajak ini Gayus dibidik Polri dengan 3 pasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi, namun di persidangan dia hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Hakim memvonisnya dengan hukuman 1 tahun percobaan. Belakangan dia dibebaskan.
Uang sebanyak itu tentu saja mengejutkan menilik Gayus hanya pegawai pajak golongan IIIA. Dirjen Pajak Mochmamad Tjiptardjo pun tidak kalah terkejutnya.
Sebagai perbandingan, gaji PNS golongan IIIA dengan masa jabatan 0 sampai 10 tahun hanya berkisar antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan. Namun angka ini belum memperhitungkan tunjangan menyusul adanya remunerasi di Ditjen pajak
Di kantor pusat pajak, Gayus memegang jabatan sebagai Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Namun seiring merebaknya kasus markus ini, jabatan Gayus langsung dicopot. Dia kini hanya menjadi pegawai pajak biasa. Seharian kemarin Gayus menjalani pemeriksaan di Direktorat Kepatutan Internal Transformasi Sumbaer Daya Aparatur (KISDA) Pajak.
Sejauh ini Gayus memang masih menjadi pegawai pajak. Ditjen Pajak belum mengambil tindakan memecatnya karena menilai kasusnya masih simpang siur. Rekeningnya juga masih diperiksa, apakah dana itu terkait pekerjaannya atau tidak.
Gayus sendiri sebelumnya menegaskan, uang miliknya sebanyak Rp 395 juta sudah disita karena kasus penggelapan. Sedangkan sisanya yang Rp 24 miliar dibantah untuk bancakan para polisi. Uang itu kata dia ditarik untuk pelaksanaan proyek milik teman bisnisnya yang tinggal di Batam, Andi Kosasih, yang akan membuat ruko di Jakarta Utara.
Gayus mengaku hubungannya dengan Andi sangat dekat sebagai partner bisnis, mulai dari properti, tambang, dan lainnya. Karena itu ia menganggap wajar uang sebesar itu dititipkan kepada dia. Namun Susno Duadji tetap yakin ada praktik markus dalam kasus pajak Gayus Tambunan. Vonis ringan terhadapnya adalah salah satu bukti yang tidak terbantahkan.
Namanya pertama kali disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas.
Dalam kasus pajak ini Gayus dibidik Polri dengan 3 pasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi, namun di persidangan dia hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Hakim memvonisnya dengan hukuman 1 tahun percobaan. Belakangan dia dibebaskan.
Uang sebanyak itu tentu saja mengejutkan menilik Gayus hanya pegawai pajak golongan IIIA. Dirjen Pajak Mochmamad Tjiptardjo pun tidak kalah terkejutnya.
Sebagai perbandingan, gaji PNS golongan IIIA dengan masa jabatan 0 sampai 10 tahun hanya berkisar antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan. Namun angka ini belum memperhitungkan tunjangan menyusul adanya remunerasi di Ditjen pajak
Di kantor pusat pajak, Gayus memegang jabatan sebagai Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Namun seiring merebaknya kasus markus ini, jabatan Gayus langsung dicopot. Dia kini hanya menjadi pegawai pajak biasa. Seharian kemarin Gayus menjalani pemeriksaan di Direktorat Kepatutan Internal Transformasi Sumbaer Daya Aparatur (KISDA) Pajak.
Sejauh ini Gayus memang masih menjadi pegawai pajak. Ditjen Pajak belum mengambil tindakan memecatnya karena menilai kasusnya masih simpang siur. Rekeningnya juga masih diperiksa, apakah dana itu terkait pekerjaannya atau tidak.
Gayus sendiri sebelumnya menegaskan, uang miliknya sebanyak Rp 395 juta sudah disita karena kasus penggelapan. Sedangkan sisanya yang Rp 24 miliar dibantah untuk bancakan para polisi. Uang itu kata dia ditarik untuk pelaksanaan proyek milik teman bisnisnya yang tinggal di Batam, Andi Kosasih, yang akan membuat ruko di Jakarta Utara.
Gayus mengaku hubungannya dengan Andi sangat dekat sebagai partner bisnis, mulai dari properti, tambang, dan lainnya. Karena itu ia menganggap wajar uang sebesar itu dititipkan kepada dia. Namun Susno Duadji tetap yakin ada praktik markus dalam kasus pajak Gayus Tambunan. Vonis ringan terhadapnya adalah salah satu bukti yang tidak terbantahkan.
Perkembangan Industri Kreatif di Singapura
Perkembangan Industri Kreatif Di Singapura
Wardhana
Duta Besar RI untuk Singapura
Duta Besar RI untuk Singapura
Dampak dari krisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1998, bagi Singapura adalah semakin mendorong pendekatan baru dalam kegiatan ekonomi, yaitu dari bentuk manufacture traditional dan industri jasa kepada bidang ekonomi yang menggunakan kreativitas, ilmu pengetahuan dan imajinasi manusia yang memiliki nilai tambah.
Oleh karena itulah kemudian pada Desember 2001, Pemerintah Singapura membentuk The Economic Review Committee (ERC) yang bertugas untuk menghasilkan suatu formulasi restrukturisasi ekonomi Singapura kedepan. ERC ini beranggotakan 19 orang yang terdiri dari 8 orang pejabat pemerintah, 9 orang wakil dari pengusaha dan 2 orang dari perwakilan buruh serta dipimpin oleh Lee Hsien Loong yang saat itu menjabat sebagai Deputy Prime Minister merangkap Menteri Keuangan.
ERC kemudian membentuk beberapa Komite dan Sub Komite, dan dibawahnya lagi ada working group yang salah satunya adalah Creative Industries Working Group (CIWG). Dalam hal ini, Singapura mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang menekankan pada originalitas kreatifitas individu, keahlian dan bakat yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan lapangan kerja.
CIWG kemudian mengkategorikan industri kreatif kedalam tiga kelompok, yaitu Arts and Culture, Design dan Media. Bidang-bidang yang tercakup dalam arts and culture adalah performing arts, visual arts, photography, crafts, perpustakaan, museum, galeri, archives, auctions, impresarios, heritage sites, performing arts sites, festival, arts supporting enterprises dan lain-lainnya.
Sementara untuk bidang desain, itu mencakup advertizing, arsitektur, web & software graphics, produk-produk industri, fashion, komunikasi, interior & environmental dan sebagainya. Sedangkan bidang media, mencakup broadcast, media digital (software & computer services), film & video, rekaman musik dan publishing. CIWG menargetkan bahwa pada tahun 2012, industri kreatif di Singapura akan berperan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan demikian share industri kreatif akan meningkat dari 3,2% menjadi 6%. Sementara itu industri kreatif ini diharapkan juga menyerap 5-7% tenaga kerja dan menjadikan reputasi Singapura sebagai Asia Creative Hub yang baru.
Pertumbuhan industri kreatif yang paling cepat di Singapura adalah di bidang IT, performing arts, cinema services, periklanan, interior, grafik, fashion design dan jasa arsitektur. Dalam bidang industri kreatif ini, Singapura memiliki daya saing yang cukup tinggi, karena masyarakatnya memiliki sifat keterbukaan terhadap sumber-sumber gagasan maupun talenta yang baru, baik dari lokal maupun asing, individual maupun perusahaan. Perkembangan industri kreatif di Singapura juga didorong oleh adanya daya serap pasar yang tinggi sebagai dampak dari perekonomian yang berorientasi pada pasar dan meningkatnya berbagai kebutuhan yang lebih sophisticated dari industri yang berbasis pengetahuan dan jasa.
Dari sisi ekonomi, industri kreatif ini berkontribusi sekitar 3,6% terhadap GDP 2008, menyerap sebanyak 114.600 tenaga kerja dan menghasilkan nilai tambah sebesar 9,2 miliar dolar Singapura. Karena itu Singapura meningkatkan kepeduliannya terhadap industri kreatif dengan membuka program-program pendidikan terkait, penyelenggaraan berbagai kompetisi untuk desain-desain baru, pengembangan penelitian dan kajian, serta skema bantuan insentif untuk pengembangan industri kreatif.
Peluang kerjasama yang cukup terbuka antara Indonesia-Singapura di bidang industri kreatif ini adalah bidang animasi, desain, musik, penerbitan, film, dan piranti lunak. Dalam bidang animasi, pemerintah Singapura tengah melakukan kerjasama pembuatan berbagai film animasi dengan pihak swasta dalam jangka waktu 5 tahun senilai 34 juta dolar Singapura.
Sementara itu dengan berkembangnya bisnis property di Singapura dan juga negara-negara lain yang pembangunannya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kontraktor Singapura, telah mengakibatkan Singapura membutuhkan tenaga arsitek dalam jumlah yang relatif cukup besar, dan ini dapat diisi oleh Indonesia. Dengan mempertimbangkan antara lain jumlah penduduk keturunan Melayu yang mencapai 14% dari total penduduk Singapura, dan juga ambisi Singapura untuk menjadikan dirinya sebagai pusat entertainment di kawasan, ini merupakan pasar yang potensial dan peluang bagi masuknya industri musik Indonesia, baik dari segi industri peralatan maupun group-group musiknya.
Dalam bidang penerbitan, Singapura juga dapat dijadikan sebagai tempat pemasaran bagi industri media cetak Indonesia, khususnya koran dan majalah berbahasa Inggris, karena besarnya jumlah expatriate dan turis asing di negara tersebut. Selain berambisi untuk menjadi pusat entertainment di kawasan, Singapura juga berambisi sebagai pusat industri Informasi dan Teknologi, ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan atau ahli-ahli Indonesia di bidang IT. Produk industri film Indonesia juga sudah cukup dikenal di Singapura, baik itu dalam bentuk produk rekaman video, layar lebar maupun melalui saluran televisi. Artis-artis film Indonesia juga sudah banyak yang dikenal dan sangat populer dikalangan masyarakat Singapura.
source: http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/72-desember-2009/661-perkembangan-industri-kreatif-di-singapura.html
Uang, Bank, dan Penciptaan Uang: Bank Sentral dan Bank Umum
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi / pengertian masing-masing bank.
Jenis-Jenis Bank :
1. Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
2. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan uang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR
Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.
Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha untuk menjaga stabilitas nilaimata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan.
Di Indonesia, fungsi bank sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasiatau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.
Sejarah bank sentral tidak terlepas dari sejarah dikenalnya sistem uang sebagai alat tukar dalam perdagangan dan perekonomian secara umum, dan mulai ditemukannya metode perbankan untuk pertama kalinya dalam perekonomian dan perdagangan suatu negara. Dimana pada zaman dahulu alat tukar yang digunakan adalah memang berupa uang yang memang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap material yang terbuat dari uang tersebut. Biasanya berupa uang logam (emas, perak, perunggu, dll) yang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap nilai dari uang logam tersebut. Artinya jika uang logam emas seberat 1 gram bernilai 1000 misalnya, pada saat itu memang karena emas dengan kondisi 1 gr tersebut ketika diperdagangkan/dipertukarkan dimana-mana nilainya adalah 1000. Alat tukar dengan uang logam seperti ini sudah lebih maju dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dimana perdagangan dilakukan dengan alat tukar yang belum bisa diterima oleh banyak kalangan atau bahkan sistem barter langsung terhadap barang yang diperdagangkan dimana ini menjadi cikal-bakal dimulainya perdagangan dalam sejarah peradaban manusia.
Seiring dengan waktu dan terus berkembangnya perdagangan dan perekonomian, alat tukar berupa uang logam tersebut mulai menjadi keterbatasan karena memang ketersediaan sumber daya alam yang terbatas untuk mencetak jenis uang seperti itu, dan ini menghambat potensi untuk berkembang lebih besarnya lagi perekonomian suatu negara sementara jenis-jenis produk baru dan bentuk industri baru sangat potensial untuk muncul namun amat disayangkan jika aktivitas perdagangan dan perekonomian secara umum harus terhambat karena mengikuti kemampuan ketersediaan uang berupa logam yang sangat terbatas tersebut.
Untuk itulah kemudian dikenal sistem uang kertas yang pertama kali ditemukan melalui sistem penjaminan yang dalam hal ini dilakukan oleh suatu badan penjamin sekaligus penyimpan yang disebut bank, dimana uang kertas yang dikeluarkan oleh bank tersebut dijamin memiliki nilai yang sama atau dijanjikan akan memiliki nilai beberapa kali lebih besar terhadap emas atau uang logam yang di simpan olehnasabah/masyarakat pada waktu mendatang atau pada masa yang ditentukan. Pada praktik dan perkembangannya masing-masing, bank-bank yang pada saat itu membuat aturannya sendiri-sendiri dan jenis-jenis jaminan/uang kertasnya masing-masing yang sangat potensial merugikanmasyarakat karena belum dikelola negara untuk memastikan tidak adanya penyimpangan atau aturan yang tidak adil. Dimana pada suatu ketika seorang nasabah berniat untuk mengambil kembali emas atau uang logam yang disimpan pada bank tersebut dengan cara menukar kembali uang kertas yang dia dapat dari bank tersebut ternyata harus kecewa karena uang logam yang dia terima lebih sedikit dari yang dijanjikan atau bahkan lebih kecil dari jumlah yang sama dari yang pernah ia simpan ke bank tersebut. Pada masa itulah mulai terjadi untuk pertama kalinya dalam sejarah model-model fraud dan rekayasa dalam sektor industri yang baru ini, yaitu sektor keuangan.
Sejak itulah negara menyadari perlunya suatu bank sentral yang selanjutnya didirikan dengan tujuan untuk memastikan adanya satu jenis mata uang kertas yang sama dan berlaku di suatu negara tersebut agar memiliki nilai yang stabil dan dapat dipercaya karena dijamin oleh negara (dengan cara awalnya negara menjamin uang kertas tersebut dengan sejumlah emas deposit atau logam berharga lainnya yang dicadangkan setiap mencetak nominal uang tersebut, namun belakangan tidak lagi dan jaminannya hanya atas nama negara saja atau sejumlah kecil emas) dan dapat dipergunakan terus menerus oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas perekenomiannya di negara tersebut. Dan dengan kewenangannya bank sentral mengatur jumlah uang yang beredar tersebut agar dapat menggerakkan roda perekonomiandengan keseimbangan yang tepat antara peredaran jumlah uang dan barang, dan dapat terus saling mengembangkan, dengan cara tidak sampai menyebabkan kelebihan jumlah likuiditas/uang yang beredar dalam perekonomian negara tersebut yang dapat menyebabkan inflasi (naiknya harga-harga atau turunnya nilai uang), dan juga sebaliknya jangan sampai terjadi kekurangan likuiditas yang dapat menyebabkan perekonomian sulit bergerak apalagi untuk berkembang.
Uang, Bank, dan Penciptaan Uang: Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
- Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
- Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
- Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
- Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
- Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
- Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Langganan:
Postingan (Atom)