Sabtu, 26 November 2011

Tugas 3 (Bahasa Indonesia 1)

Menulis Resensi

1. Data Publikasi
          a. Judul: Sleepovers – Pesta Menginap
          b. Penulis: Jacqueline Wilson
          c. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
          d. Jumlah halaman: 128 halaman
          e. Cetakan: Pertama, 2 Juli 2003
          f. Tema: Anak-anak

2. Sinopsis
          Begitu banyak cerita anak-anak yang beredar di pasaran, Jacqueline Wilson sebagai penulis novel khusus bertema anak-anak menampilkan cerita yang ringan, dengan gaya tulisan yang mudah dimengerti oleh anak-anak, dan manfaat positif yang terkandung di dalam novel yang dapat di tiru oleh anak-anak setelah membacanya. Sleepovers bercerita tentang pertemanan 5 anak perempuan yang mengadakan suatu rutinitas yang disebut pesta menginap apabila salah satu dari mereka berulang tahun.
Kamu berulang tahun, tapi bingung cara merayakannya? Adakan pesta menginap saja! Pasti asyik!
          Daisy anak baru di sekolah. Semua temannya ramah dan baik hati, kecuali Chloe yang sok kaya, sok tahu, dan sok ngebos. Susah deh berteman dengan Chloe, tapi lebih gawat lagi kalau bermusuhan dengannya. Soalnya ia punya ribuan cara untuk membalas dendam.
          Ketika Chloe menantang teman-temannya untuk mengadakan pesta menginap, Daisy ingin sekali ikut serta. Tapi ia bingung… karena kalau ia mengadakan pesta menginap dirumahnya, teman-temannya akan bertemu dengan kakaknya. Dan kakaknya itu merupakan rahasia besar yang tak ingin diungkap Daisy!

3. Keunggulan
Novel ini ringan untuk dibaca dan tepat mengenai sasaran target yaitu anak-anak, gaya tulisan tidak terlalu berat, tulisan agak besar dan tidak rapat-rapat sehingga anak-anak tidak bosan membacanya. Pesan yang terkandung didalamnya mengajarkan anak-anak untuk tidak berlaku curang atau jahat terhadap sesama teman. Novel ini dilengkapi juga dengan ilustrasi yang sangat menarik sehingga anak-anak senang membacanya.

4. Kelemahan
          Aslinya novel ini berbahasa Inggris, versi terjemahan bahasa Indonesia nya menurut saya terlalu banyak kata serapan bahasa Inggris yang digunakan di dalam novel ini yang memungkinkan anak-anak tidak terlalu paham artinya.

5. Pendapat Akhir
          Secara keseluruhan, novel ini patut untuk dibaca karena novel ini mengandung pesan moral positif yang dapat ditiru oleh anak-anak, para orangtua sudah sepantasnya mengajarkan anak dengan hal-hal yang positif. Dengan membaca novel ini diharapkan anak-anak lebih lancar dan terbiasa membaca serta berperilaku baik dengan sesamanya.

Minggu, 06 November 2011

Tugas 2 (Bahasa Indonesia 1)

Hujan Yang Indah
Karya: Kurnia IR

Jika Anda orang yang menyukai hujan, datanglah ke kotaku. Di sini dapat Anda saksikan hujan yang indah bak lukisan.
Aku tidak bohong. Di sini hujan turun seperti gadis kecil yang pemalu, tetapi selalu riang. Kadang kala kubayangkan hujan mengetuk-ngetuk bumi dengan kaki-kaki gadis kecil yang menari kian kemari. Aspal, trotoar, dan pepohonan basah tapi ceria turut menari bersama.
Di sini hujan sering turun dan, uniknya, hampir selalu hanya berupa gerimis. Sesekali saja terjadi hujan lebat dengan angin ribut atau geledek membentak-bentak di angkasa.
Apabila hujan turun, aku paling suka duduk dekat jendela sambil melipat tangan di meja. Kulayangkan pandangan ke luar sambil menyimak ketukan air tempias ke kaca. Dari jendela tampak dinding-dinding dan atap bangunan kuno di seberang jalan. Dalam kondisi kering, tembok dan atapnya tampak kelabu terang, tapi setelah dibasahi hujan, warnanya menggelap dan terlihat misterius, seakan-akan di dalam gedung itu ada makhluk-makhluk gaib yang bergentayangan. Pada bagian tertentu meruap juga nuansa merah bata yang asli, meski tidak mencolok. Bangunan itu ada sebelum aku dilahirkan dan seingat aku bentuknya tidak pernah diubah oleh pemiliknya.
Selain itu, yang kuintai manakala hujan tengah mempersembahkan baktinya kepada bumi adalah angkasa kelabu yang menggigil dan memuncratkan seluruh embun yang menggenangi permukaannya kepada bentang alam yang telentang pasrah. Pernah aku membayangkan langit sebagai dada perempuan yang berdegup dengan suasana batin seorang ibu yang prihatin dan bersedih. Dada yang subur. Dada yang telanjang, tetapi sensualitasnya terselubung oleh uap samar yang menenangkan. Kemudian dada itu berpeluh. Peluh yang menyembul melalui pori-pori dan melapisi kulitnya yang halus dengan genangan embun bening menebal. Ketika angin menepuk dada itu, genangan itu luruh menjadi hujan.
Aku pernah mengungkapkan gambaran tersebut kepada seorang teman, tetapi dia mencibir seraya berujar, ”Bukankah seharusnya dada memuncratkan air susu? Mengapa keringat? Lalu di mana keindahannya? Ada-ada saja kamu ini. Air susu adalah metafora bagi cinta seorang ibu. Mestinya kamu tahu, sengawur apa pun imajinasi, sepatutnya diperkuat logika—mungkin dalam ketidakmungkinannya.”
”Haruskah begitu?”
Dia tertawa, kemudian dengan gaya merenung yang dibuat-buat dia bersabda, ”Kamu ini naif sekali. Bergaya penyair, tapi tidak paham perkara remeh seperti itu.”
”Aku tidak bermaksud bergaya penyair.”
Temanku tersenyum dan kupikir itu senyuman orang jahat. Agar tidak menambah kesan jahat pada dirinya, aku tidak pernah lagi mengungkapkan apa pun yang melintas di benakku sebagai apa yang dia istilahkan ”buah imajinasi”. Anehnya, setelah hijrah ke luar negeri, dia lebih sering bertanya soal hujan kepadaku lewat telepon, pesan singkat, dan surat elektronik. Aku hanya menjawab sekenanya. Kemudian dia memprotes.
Protes itu dia lontarkan dalam obrolan via internet. Saat itu matahari tengah memancarkan cahayanya dengan murah hati. Akhir pekan yang cerah. Terlalu cerah malah.
”Dulu kamu sering berkomentar tentang hujan. Kau bilang indahlah, romantislah, begini, begitu. Sekarang kenapa kering ungkapanmu? Apakah sudah jelek hujan di sana sekarang?”
Uh, sinis sekali.
”Hujannya tetap seperti dulu.”
”Lalu?”
”Aku tidak bisa ceritakan. Kalau kamu mau tahu, pulanglah dan saksikan sendiri. Tak bisa kamu mencerap keindahan hanya lewat komentar orang lain.”
”Wah, hebatnya!”
”Salah sendiri, bertanya soal hujan pada saat matahari bersinar terang.”
”Oh, di sana cerah sekarang?”
”Ya.”
”Di sini beku. Kami dikepung salju seminggu penuh!”
Lambat laun kami semakin jarang berkomunikasi. Mungkin dia sibuk. Aku sendiri sibuk, ditambah kehadiran perempuan yang menjadi ibu bagi putra-putriku. Selanjutnya anak-anak mempersembahkan cucu-cucu untuk kami. Kawanku yang kadang-kadang menyebalkan itu tidak pernah mudik dan tanpa kabar lagi.
Kebiasaanku menikmati hujan tidak pernah berubah, meski tidak sesering dulu. Mungkin intensitas penikmatannya pun tidak sedalam dulu, entahlah. Sesekali aku masih keluar rumah ketika gerimis mulai turun, yang menimbulkan kejengkelan anak bungsuku dan menantu yang tinggal serumah dengan kami. Istriku sendiri tidak banyak cakap. Kukira dia sudah tahu tidak ada gunanya melarang aku menikmati hujan.
”Kalau Papa sakit bagaimana? Sudah tua masih suka keluyuran dalam hujan. Ini payung dan jas hujan.”
Kecerewetannya sungguh menjengkelkan.
”Apakah dulu aku pernah melarang kamu dan kakak-kakakmu berhujan-hujan?” begitulah aku pernah mengomel. Menantuku mundur dengan bijaksana, tapi putriku pantang menyerah.
”Iya. Malah dulu Papa cerewet sekali.”
”Apa iya?”
”Iya.”
Aku mengalah. Kuterima jas hujan parasut yang panjang selutut itu.
”Ini payungnya, Pa.”
”Tidak usah.”
Sempat kudengar gerutu putriku ketika aku membuka pintu dan melangkah, menyentuh tirai gerimis, ”Dasar keras kepala.”
***
Itu dulu, sebelum datang tahun-tahun yang ganjil ini.
Pada awal tahun masih kukagumi Januari dan Februari sebagaimana biasa, tapi bulan demi bulan berlalu dan genangan air mulai terbentuk di sudut-sudut kota, bantaran sungai, bahkan hingga di tengah kota. Kendaraan-kendaraan seperti berenang akibat banjir. Kini hujan bukan lagi sekadar gerimis yang menggemaskan bagai kanak-kanak, melainkan berupa curahan air terjun disertai petir dan angin ribut.
Sepanjang hari langit gelap dan mendung selalu mengurung berupa gumpalan-gumpalan hitam yang menakutkan. Aku tidak lagi berminat keluar rumah apabila hujan mulai tercurah. Yang kulakukan hanya duduk mematung di sisi jendela sambil membayangkan masa lalu yang tidak akan kembali. Walaupun demikian, aku tidak ingin berubah pikiran hanya karena perubahan iklim. Aku ingin mengenang hujan yang indah dalam benakku.
Tiba-tiba, petir membahana. Jantungku nyaris copot. Lantas atap berderak diterpa angin.
”Pakai mantel ini, Kek,” bisik cucuku dengan lembut. Senyumnya teduh. Sebentar lagi dia akan menikah. Alangkah cepat waktu berlalu. Kurasakan kantong mataku memberat.
Ketika mantel yang tebal dan lembut menyentuh kulitku, barulah aku menyadari bahwa aku menggigil kedinginan sejak tadi.

NO.
SALAH
PERBAIKAN
ALASAN
1.
Saksikan
Lihat
Kata “Saksikan” terlalu berlebihan untuk pemilihan kalimat di cerpen ini, sebaiknya diganti dengan “Lihat”.
2.
Bak
Seperti
Pemilihan kata “Bak” kurang tepat & diganti dengan kata “Seperti”.
3.
Mengetuk-ngetuk bumi
Membasahi bumi
Kata “Mengetuk-ngetuk bumi” dianggap terlalu berlebihan dan diganti dengan “Membasahi bumi” yang lebih enak dibaca.
4.
Membentak-bentak di angkasa
Menggelegar di langit
Kalimat tersebut kurang cocok penempatannya, dengan kata “Menggelegar di langit” juga sudah cukup.
5.
Kulayangkan
Kuarahkan
Kata “Kulayangkan” berlebihan & sebaiknya diganti dengan yang lebih ringan seoerti kata “Kuarahkan”.
6.
Ketukan air
Tetesan air
Lebih enak dibaca kata “Tetesan air” karena kata “Ketukan air” terdengar tidak bagus.
7.
Memuncratkan
Memunculkan
Kata “memuncratkan” terlalu berlebihan & diganti dengan kata “Memunculkan”.
8.
Luruh
Hilang
“Luruh” tidak cocok & diganti dengan kata “Hilang” yang lebih enak didengar.
9.
Bersabda
Berkata
Kata “Bersabda” terlalu berlebihan & sebaiknya diganti dengan kata “Berkata”.
10.
Hijrah
Pindah
Kata “Hijrah” terlalu berlebihan & pemakaian kata “Pindah” saja sudah cukup.
11.
Sekenanya
Seadanya
Kata “Sekenanya” tidak cocok & tidak enak didengar sebaiknya diganti dengan kata “Seadanya”.
12.
Cakap
Bicara
Kata “Cakap” terlalu baku & diganti dengan kata “Bicara”.
13.
Sebagaimana
Seperti
“Sebagaimana” tidak cocok & diganti dengan kata “Seperti”.


Sumber: http://cerpenkompas.wordpress.com/2011/08/14/hujan-yang-indah/#more-1426

Rabu, 28 September 2011

Tugas 1 (Bahasa Indonesia 1)

Memberikan analisis & opini atas sebuah artikel yang menyatakan sikap kesetiaan & kebanggan terhadap Bahasa Indonesia.


Saat ini, sikap kesetiaan & kebanggaan berbahasa Indonesia cenderung mulai menurun dalam penulisan sebuah karya tulis, seperti buku, cerpen, maupun artikel. Oleh karena itu saya mengutip sebuah artikel berita sebagai contoh untuk melihat penggunaan bahasa Indonesia yang baik & benar sebagai cermin sikap kesetiaan & kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia apakah masih digunakan dalam penulisan? Berikut ini adalah sebuah artikel yang saya kutip dari situs berita online Detik.com.


AEI: Waspadai Fluktuasi Pasar, Tapi Jangan Terlalu Khawatir  
Whery Enggo Prayogi - detikFinance 



Jakarta - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) terus memantau dan mewaspadai kondisi pasar saham yang fluktuasi. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebih, karena emiten tengah berada pada fase ekspansif.

Demikian disampaikan Ketua AEI, Airlangga Hartarto di Hotel International MidPlaza, Jakarta, Selasa (28/9/2011).

"Emiten tengah ekspansi. Investasi cukup bullish masuk, dan momentum ini harus kita jaga. Alert iya, tapi jangan terlalu khawatir," katanya.

Ia menjelaskan, pasar modal Indonesia tidak bisa lepas dari sentimen global. Ini terbukti dengan 'larinya' dana asing yang biasa masuk di saham. Saat pekan lalu, terjadi penjualan saham oleh asing yang besar, menjadikan marjin transaksi yang terlalu lebat.

"Pasar tidak lepas dari isolasi global. Gonjang-ganjing tidak perlu direspon grusah-grusuh. Saat terjadi jual beli yang lebar, susah untuk sektor riil actionCurrency yang minggu lalu tidak tersedia, tapi sekarang mulai lancar lagi," paparnya.

Untuk itu penting memperbesar investasi jangka panjang, dan memperkuat basis investor global. "Imbangi jumlah investor, harus sampaikan informasi kepada publik yang kredibel, otoritas harus lakukan agar menenangkan pasar," tegasnya.

Sementara itu, AEI juga belum melihat potensi pemunduran jadwal penawaran saham perdana (IPO) dari 7-10 calon emiten. "Tergantung kalau underwriter-nya asing bisa saja kan. Dan kalau mundurpun tidak masalah," ucapnya.

Demi menjaga transaksi di pasar modal, Airlangga pun berharap semakin banyak perusahaan melakukan IPO. Khususnya yang bergerak di bidang perkebunan dan memiliki lini bisnis terintegrasi.

"Kita bisa mencari emiten yang punya potensi bagus, bisa kebun yang punya downstream," imbuhnya.

"Kemudian, memperkuat investor domestik dengan bisa pensiun funds masuk melalui Indonesia, asuransi juga. Kan selama ini dioperasikan di Singapura. Jadi penting untuk perkuat institusi sendiri, tarik ke Indonesia supaya jadi less volotile," pungkas Airlangga.



Sumber: http://finance.detik.com/read/2011/09/28/121912/1732180/6/aei-waspadai-fluktuasi-pasar-tapi-jangan-terlalu-khawatir?f990101mainnews




Analisis


Berdasarkan artikel diatas, saya akan mencoba menganalisis beberapa hal yang berkaitan dengan segi bahasa, yaitu penggunaan bahasa serapan, bahasa asing, dan pemilihan kata. Berikut ini adalah analisis saya:
1. Penggunaan bahasa serapan.
    Pada paragraf pertama terdapat kata Fluktuasi yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris Fluctuation yang berarti ketidaktetapan. Lalu terdapat kata Ekspansi (Expansion) yang berarti perluasan. lalu ada kata Momentum yang artinya saat yang tepat. Selain itu terdapat kata Sentimen (Sentiment), Marjin (Margin), Isolasi (Isolation), Basis (Base), & Kredibel (Credible) yang seluruhnya merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris.


2. Penggunaan bahasa asing.
    Terdapat kata bahasa Inggris Bullish yang diambil dari kata Bull yang berarti banteng secara bahasa ekonomi berarti keadaan dimana pasar sedang mengalami kenaikan. Lalu ada kata Alert yang berarti waspada. Selanjutnya terdapat kata Action yang berarti tindakan. Lalu ada Currency yang berarti mata uang, Underwriter yang artinya penanggung, Downstream artinya hilir, Funds artinya dana, dan terakhir terdapat kata Less Volatile yang berarti kurang lincah.


3. Pemilihan kata.
    Pada paragraf ke 5 terdapat kata Grusah-grusuh yang dapat diartikan sebagai terburu-buru.




Opini.


Setelah saya melakukan analisis pada artikel tersebut, saya menilai artikel tersebut sudah cukup mencerminkan sikap kesetiaan & kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini saya dasarkan pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik & benar dalam penulisan artikel tersebut, walaupun cukup banyak juga kata serapan & kata asing yang digunakan dalam penulisan artikel tersebut, namun kata serapan tersebut dianggap telah memenuhi kriteria penulisan yang baik. Pemakaian kata-kata asing pada artikel tersebut juga digunakan agar artikel lebih enak untuk dibaca karena kombinasi kata asing dianggap lebih baik bila diartikan ke bahasa Indonesia itu sendiri. Dan pada akhirnya sang penulis (wartawan), telah berusaha memelihara & mempertahankan kesetiaan serta kebanggan terhadap Bahasa Indonesia sebagai wujud kecintaan terhadap Indonesia.

Minggu, 20 Maret 2011

TEROR BOM BUKU

Tiga paket bom yang disisipkan dalam buku meneror dalam waktu yang hampir bersamaan kepada target berbeda. Momentum teror ini dinilai tidak berada dalam ruang hampa, namun terkait erat dengan peristiwa aktual akhir-akhir ini. 

"Momentum teror ini sebetulnya tidak mendadak. Saya pikir ini berhubungan erat dengan peristiwa belakangan ini," tutur pengamat intelejen Wawan Purwanto saat dihubungi detikcom, Selasa (23/3/2011) malam.

Menurut Wawan tindakan peneroran selalu memiliki motivasi tertentu. Ramainya desakan pembubaran Ahmadiyah dan panasnya sidang Abu Bakar Baasyir akhir-akhir ini, lanjut dia, bisa menjadi salah satu pemicunya.

"Bisa karena pembubaran Ahmadiyah atau sebab-sebab lain. Semua kemungkinan cukup terbuka," paparnya.

Wawan juga tidak sepakat dengan anggapan teror bom buku ini sebagai pengalihan atas isu besar tertentu. "Tidak sesederhana itulah untuk mengatakan ini pengalihan isu. Kesannya terlalu naif," pungkasnya.

Seperti diberitakan, pada Selasa (15/3) sore kemarin, publik digemparkan dengan meledakknya bom buku di kantor Jaringan Islam Liberal (JIL). Akibat peristiwa ini Kasat  Reskrim Kompol Dodi Rahmawan yang berusaha menjinakkan bom dengan arahan rekannya lewat ponsel, tangan kirinya putus.

Tak hanya itu saja, pada malam harinya tim Gegana Mabes Polri berhasil mengamankan dengan meledakkan bom buku serupa di kantor Badan Narkotika Nasional (BNN). Pada waktu yang hampir bersamaan, tim Gegana juga berhasil mengamankan bom yang bentuknya mirip di rumah kediaman Ketua Pemuda Pancasila Yapto S Soeryosumarno.



Source: http://www.detiknews.com/read/2011/03/16/062003/1592773/10/teror-bom-buku-terkait-dengan-peristiwa-aktual-akhir-akhir-ini

KURVA INDIFERENCE

KURVA INDIFERENCE (Sumber: buku Case Fair Prinsip-Prinsip Ekonomi Jilid 1 oleh Karl E. Case & Ray C. Fair)



Pengertian dan Sejarah Kurva Indiference
Kurva Indiference adalah serangkaian titik, yang masing-masing mewakili suatu kombinasi jumlah barang X tertentu dan jumlah barang Y tertentu, yang semuanya menghasilkan jumlah utilitas total yang sama. Konsumen yang digambarkan disini sama-sama menyukai antara kombinasi A dan B, B dan C, serta A dan C.
Setiap konsumen memiliki sekelompok kurva indiference yang unik yang disebut dengan peta preferensi. Kurva Indiference yang lebih tinggi menunjukkan tingkat utilitas total yang lebih tinggi.
Teori kurva indeference dikembangkan oleh Francis Ysidro Edgeworth, Vilfredo Pareto, dan kawan-kawan di awal abad ke-20. Teori ini diturunkan dari teori utilitas ordinal, yang mengasumsikan bahwa setiap orang selalu dapat mengurutkan preferensinya. Dengan kata lain, seseorang selalu dapat menentukan bahwa ia lebih menyukai barang A dibanding barang B, dan lebih suka barang B dibanding barang C, lebih suka barang C daripada barang D dan seterusnya.


ASUMSI
1. Kita mengasumsikan bahwa analisis ini terbatas pada barang yang menghasilkan utilitas marjinal positif, atau lebih sederhananya, "makin banyak makin baik". Salah satu cara untuk menjustifikasi asumsi ini adalah mengatakan bahwa jika sesuatu yang lebih banyak benar-benar membuat anda lebih rugi, anda boleh membuangnya sama sekali. Ini disebut dengan "asumsi pembuangan gratis".


2. Tingkat substitusi marjinal didefinisikan sebagai MUx/MUy atau rasio dimana rumah tangga mau mengganti X dengan Y. Jika MUx/MUy sama dengan 4, misalnya, saya bersedia menukar empat unit Y dengan satu unit tambahan X. Kita mengasumsikan tingkat substitusi marjinal yang semakin menurun. Yaitu, jika konsumsi X lebih banyak dan Y lebih sedikit, MUx/MUy akan turun. Apabila anda mengkonsumsi lebih banyak X dan lebih sedikit Y, X menjadi kurang bernilai dalam hitungan unit Y, atau Y menjadi lebih bernilai dalam hitungan X. Hal ini hampir, tapi tidak persis, sama dengan mengasumsikan utilitas marjinal yang semakin menurun


3. Kita mengasumsikan bahwa konsumen memiliki kemampuan untuk memilih antara kombinasi barang dan jasa yang tersedia. Ketika dihadapkan dengan pilihan antara dua kombinasi barang dan jasa alternatif, yaitu A dan B, seorang konsumen akan menanggapi dengan salah satu dari 3 cara: (1) ia lebih suka A daripada B, (2) ia lebih suka B daripada A, atau (3) ia sama sukanya atas A dan B--yaitu, ia sama-sama suka A dan B.


4. KIta mengasumsikan bahwa pilihan konsumen konsisten dengan asumsi sederhana tentang rasionalitas. Jika seorang konsumen memperlihatkan bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan kemudian memperlihatkan bahwa ia lebih menyukai B daripada alternatif ketiga, C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C jika dihadapkan dengan pilihan di antara keduanya.

Peta dan Ciri-Ciri Kurva Indiference
Sebuah grafik dari kurva indiference untuk seorang konsumen dihubungkan dengan tingkat utilitas/kepuasan berbeda disebut dengan peta indiference. Titik kembalinya tingkat kepuasan yang berbeda setiap unitnya dihubungkan dengan kurva indiference yang berbeda satu sama lain. Sebuah kurva indiference menjabarkan sebuah himpunan preferensi pribadi dan bisa berbeda pada orang satu dan lainnya.
Kurva indiference biasanya dijelaskan menjadi :
1.   Dijabarkan hanya pada kuadran positif (+, +) diagram Cartesius dari komoditas berdasarkan kuantitas.
2.   Melengkung secara negatif. Sebagai Kuantitas yang dikonsumsi dari satu barang (x) meningkat, kepuasan total akan naik jika tidak di kompensasikan oleh sebuah penurunan dalam kuantitas yang dikonsumsi pada barang lain (y). Sama dengan kekenyangan, dimana lebih dari barang (atau keduanya) sama derajatnya di prefrensikan untuk tidak ditingkatkan, tidak diikutsertakan. (jika utilitas U=f(x, y)U, dalam dimensi ke tiga, tidak memiliki sebuah maksimum lokal untuk semua x dan y.)
3.   lengkap, seperti semua titik dalam kurva indiferen dirangking sama besar dalam hal selera dan dirangking baik lebih atau kurang di sukai dibandingkan titik lainnya yang tidak ada dalam kurva. Jadi, dengan (2), tidak ada dua kurva yang akan bersilangan (selain non-satiasi akan dilanggar).
4.   Transitif dengan hubungan ke titik dalam kurva indiference yang berbeda. Itu terjadi, jika tiap titik dalam I2 adalah selera (yang terbatas) pada tiap titik dalam I1, dan tiap titik dalam I3 dihubungkan ke tiap titik dalam I2, tiap titik dalam I3 dihubungkan ke tiap titik dalam I1. Sebuah lengkungan negatif dan transitifitas tidak dimasukan persilangan kurva indiference, karena garis lurus dari kedua sisi tersebut bersilangan akan memberi rangking prefrensi yang tidak satu sisi dan intransitif.
5.   (secara terbatas) convex (dijatuhkan dari bawah). Dengan (2), preferensi convex menyebabkan sebuah pemunculan dari asal kurva indiference. Sebagai konsumen menurunkan konsumsi dari satu barang dalam unit suksesif, jumlah besar dari barang lainnya akan dibutuhkan untuk mempertahankan kepuasan tidak berubah, efek substitusi.


Asumsi
Ambil a, b dan c menjadi kumpulan (vektor) dari barang, seperti kombinasi (x, y) diatas, dimana kemungkinan adanya perbedaan jumlah dari tiap barang dalam kumpulan yang berbeda. Asumsi pertama adalah kebutuhan untuk sebuah representasi yang dibuat dnegan baik dari selera stabil untuk para konsumen sebagai agen ekonomi, asumsi kedua disesuaikan.
Rasionalitas (dalam hubungannya dalam konteks matematik yang umum): Keterselesaian + transtifitas. Untuk rangking pemberian prefrensi, konsumen bisa memilih kumpulan yang terbaik antara a,b dan c dari terbawah ke tertinggi.
Kontinuitas: Ini berarti kamu bisa memilih untuk mengkonsumsi berapapun jumlah barang. Contohnya, saya bisa minum 11 mL soda, atau 12mL, atau 132 mL. Saya tidak dipaksa untuk meminum dua liter atau tidak sama sekali. Lihat juga fungsi kontinuitas dalam matematik.
Dari ciri yang tersisa diatas, seharusnya, ciri (5) (kofeksitas) telah dilanggar oleh munculnya kurva indiferen keluar dari asal konsumen tertentu dengan memberikan dorongan ke anggaran. Teori konsumen kemudian menyebabkan konsumsi kosong untuk satu dari dua barang, katakanlah barang Y, dalam ekuilibirium ke anggaran konsumen. Ini akan mencontohkan sebuah solusi pojok. Lebih jauh, penurunan dalam harga barang Y diatas jarak tertentu mungkin akan meninggalkan jumlah/kuantitas yang diminta tidak akan berubah dari kosong (0) dan sesudahnya dimana penurunan harga selanjutnya mengganti semua pendapatan dan konsumsi jauh-jauh dari X dan Y. Rasio dari implikasi tersebut mensugestikan kenapa konfeksitas biasanya diasumsikan juga.

Gambar Kurva Indiference







Senin, 28 Februari 2011

Car Free Day

Pemprov DKI Jakarta kembali menggelar Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau car free dayselama 2009. Acara itu akan makin sering dilakukan. Tahun 2009, direncanakan akan berlangsung sebanyak 22 kali di 6 wilayah. Padahal pada 2008 hanya 18 kali.

"Pelaksanaan HBKB di Januari 2009 akan dilaksanakan pada 25 Januari 2009 dengan penutupan jalan sepanjang Sudirman-Thamrin sebanyak 12 kali dan 10 kali di 5 wilayah Jakarta dimulai pukul 06.00 WIB-14.00 WIB," ujar Ketua BPLHD DKI Jakarta Peny Susanti dalam jumpa pers di kantor BPLHD, Jl Casablanca, Jakarta Selatan, Kamis (22/1/2009).

Menurut Peny, selain Sudirman-Thamrin, 5 wilayah DKI Jakarta yang menggelar HKBK yakni Jl Rasuna Said Jakarta Selatan, Jl Letjen Soeprapto Jakarta Pusat, Jl Pramuka Jakarta Timur, Kawasan Kota Tua Jakarta Barat, dan Jl Danau Sunter Selatan Jakarta Utara.

Untuk Sudirman-Thamrin, acara akan dilaksanakan setiap hari Minggu pada akhir bulan, antara lain pada 25 Januari, 22 Februari, dan 29 Maret.

Sedangkan di 5 wilayah, acara dilakukan 2 kali dalam setahun. Di Jakarta Selatan, akan dilaksanakan pada 8 Maret dan 9 Agustus.

Jakarta Pusat dilakukan pada 12 April dan 13 September. Jakarta Timur 10 Mei dan 11 Oktober. Jakarta Barat 14 Juni dan 8 November. Jakarta Utara 12 Juli dan 13 Desember.

Peny mengaku, pihaknya belum dapat melaksanakan HBKB pada jam kerja karena dikhawatirkan menggangu aktivitas kerja. "Kita khawatir diprotes masyarakat dan menggangu hak azasi manusia (HAM). Dilakukan hari Minggu karena untuk mengkampanyekan pentingnya udara bersih kepada masyarakat," kata Peny.

Peny menilai, hasil pelaksanaan HBKB 2008 efektif dalam upaya pemulihan mutu udara di kawasan tertentu. Hal ini terlihat dari prosentase penurunan konsentrasi pencemaran yang signifikan pada parameter debu (PM-10) sebesar 34 persen, karbon monoksida (CO) sebesar 67 persen dan nitrogen Oksida (NO) sebesar 80 persen. Ketiga parameter tersebut merupakan pencemaran primer yang bersumber dari kendaraan bermotor.

Selain HBKB, acara akan diisi dengan demo pembuatan lubang resapan biopori dan panen kompos dari lubang resapan biori di Taman Semanggi, Jakarta Pusat. Selain itu di Bundaran HI, Jakarta Pusat, diadakan pertandingan dan pelatihan futsal, senam aerobik, dan lomba sepeda lambat. 


source: http://www.detiknews.com/read/2009/01/22/174508/1072993/10/pemprov-dki-tambah-hari-bebas-kendaraan-bermotor

Kenaikan Pajak Film Impor

Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor di Indonesia, pihak Motion Picture Association of America (MPAA), dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi), mulai tanggal 18 Februari 2011 menghentikan dan menarik kembali semua film impor dari seluruh bioskop di Indonesia.

Berarti mungkin tidak akan ada lagi film-film Hollywood, Bollywood, termasuk juga film-film asing lainnya seperti film-film Mandarin, Korea, Jepang atau India yang biasa ditayangkan di seluruh bioskop di Indonesia.

Mengapa Pemerintah menaikkan pajak film luar negeri? Salah satu jawabannya adalah mungkin karena pajak film luar negeri lebih murah dibanding pajak film nasional. Untuk satu film impor hanya dibebani pajak impor dan biaya untuk masuknya film tersebut ke Indonesia, sementara untuk satu film nasional harus membayar pajak untuk beberapa hal seperti bahan baku pembuatan film, peralatan produksi, pajak untuk artis, karyawan, pajak saat proses produksi film, pajak pasca produksi, sampai pada pajak untuk penggandaan kopi film. 

Upaya menarik film asing tersebut juga ada kaitannya dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor.

Didalam surat tersebut disebutkan salah satunya bahwa pemasukan film impor merupakan kegiatan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud, berupa hasil karya sinematografi yang merupakan hak kekayaan intelektual yang disimpan dalam media, baik berupa roll film ataupun media penyimpanan yang lain, dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN terutang adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.

Meski demikian, dalam surat edaran itu juga dijelaskan, pada saat pemasukan film impor telah dipungut pajak pertambahan nilai impor. Oleh karena itu, dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPN yang terutang atas pemanfaatan film impor yang terutang pada saat pemasukan film tersebut adalah sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar, dikurangi dengan nilai impor.

Pada intinya Pemerintah memang ingin untuk menambah pendapatan pajak dari sektor bisnis perfilman impor, hal ini memang baik, tetapi dari banyak pihak ada yang mendukung ada pula yang kurang mendukung bahkan cenderung menyalahi kebijakan pemerintah ini.

Seperti disampaikan oleh Direktur Perfilman Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Syamsul Lussa yang juga membela kebijakan pemerintah ini, bahwa dengan tidak adanya film impor bukan berarti akan terjadi kekosongan. Langkah yang diambil pemerintah justru akan memacu pertumbuhan film nasional dan mendorong sineas untuk menghasilkan karya yang bermutu.

Mantan Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Assiddiqie, juga menyampaikan dukungannya atas kenaikan pajak import film luar negeri ke Indonesia. Menurutnya hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan film lokal.

Salah satu sutradara terkenal di negeri ini, Hanung Bramantyo mengatakan "Yang saya harapkan dari kondisi ini adalah membuat pengusaha bioskop, produser, filmmaker bersinergi untuk membuat film nasional jadi lebih baik," seperti di tulis di akun Twitternya.

Ada pula yang beranggapan mengapa bukan penyederhanaan dan penurunan tarif pajak untuk film nasional saja yang dilakukan? Dibuat sedemikian rupa, sehingga pajak yang dibayar film nasional menjadi sama, atau lebih murah daripada film luar negeri. 
Kemudian bagaimana dengan nasib pemilik bioskop-bioskop yang biasa menayangkan film-film luar negeri, ada anggapan bahwa mereka juga akan mengalami permasalahan yang berkaitan dengan nasib karyawan yang bekerja di bioskop tersebut, menurunnya pendapatan mereka, bahkan bisa jadi mengalami kebangkrutan. Belum lagi pihak-pihak mall yang sedianya adalah tempat dimana pihak bioskop menyewa di mall tersebut apakah pihak mall juga akan merasakan imbasnya, banyak pecinta tontonan film luar negeri juga akan kehilangan kesempatan untuk menonton. Ada penonton yang mengatakan tidak menjadi masalah harga karcis bioskop naik asalkan tetap ada film-film Hollywood, ada juga penonton lain yang menyatakan jika film-film impor tidak tayang lagi di bioskop maka akan menonton dari internet yang pasti juga memakan biaya yang lumayan dan tergantung koneksi internetnya juga. Selain itu juga kondisi seperti ini dapat memicu makin meningkatnya produksi CD atau DVD bajakan film luar negeri oleh para produsen film bajakan yang pada akhirnya juga hanya akan menambah masalah baru lagi.

Pada akhirnya bagaimana Pemerintah dapat mengatasi semua kondisi ini, apakah pemerintah akan menarik kebijakannya, atau akan terus berjalan. Melihat pengaruh yang timbul dari kebijakan ini ada yang mendukung ada pula yang tidak mendukung.



source: http://vibizmanagement.com/journal/index/category/tax_accounting/916